PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga Elpiji (LPG) non subsidi kemasan 12 kg menyusul tingginya harga LPG di pasar internasional dan turunnya nilai tukar Rupiah yang menyebabkan beban kerugian perusahaan akan semakin tinggi. Penyesuaian harga diputuskan sebesar Rp 1.500 per kilogram (kg) (harga dari Pertamina) terhitung sejak tanggal 10 September 2014.
Langkah ini dilakukan oleh PT. Pertamina setelah sebelumnya mendapatkan persetujuan dari pemerintah untuk menaikkan harga LPG 12 kg. Pemerintah pusat mempersilahkan Pertamina untuk menentukan sendiri besaran margin kenaikan harga LPG ukuran 12 kg.
Apabila dibandingkan dengan harga keekonomian LPG, harga jual Pertamina saat ini masih jauh di bawah keekonomiannya. Berdasarkan rata-rata CP Aramco y-o-y Juni 2014 sebesar US$891,78 per metric ton dan kurs Rp11.453 per US$, ditambah komponen biaya seperti di atas maka harga keekonomian Elpiji 12 kg saat ini seharusnya Rp 15.110 per kg atau Rp 181.400 per tabung.
Sesuai dengan pers rilis PT. Pertamina kepada Kabar Jember, Rabu (10/9), harga LPG ukuran 12 kg di kalangan agen akan berkisar Rp 110.000 sampai Rp 114.200 per tabung.
Assistant Manager External Marketing Operation Region V Heppy Wulansari menjelaskan dengan perubahan harga tersebut maka harga jual LPG 12 kg di Agen LPG Pertamina di wilayah Jatim berada dikisaran Rp.110.800 sampai Rp 114.200 per tabung namun harga di konsumen akan bervariasi menyesuaikan dengan jarak suplai point atau jarak serah dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPBE).
Sebelumnya harga LPG 12 kg di agen berada di kisaran Rp. 89.300 pertabung hingga Rp.92,800 pertabung. “Untuk harga tertinggi di Banyuwangi karena jaraknya paling jauh dari suplai point. Sedangkan untuk Surabaya dan sekitarnya berada dikisaran terendah” jelas Heppy
Dengan Penyesuaian ini diharapkan dapat menekan kerugian bisnis Elpiji 12 kg pada tahun 2014 sebesar Rp 452 miliar sehingga menjadi Rp5,7 triliun dari prognosa semula Rp 6,1 triliun dengan proyeksi tingkat konsumsi Elpiji 12 kg mencapai 907.000 metric ton. Kerugian ini masih melebihi proyeksi RKAP 2014 sebesar Rp5,4 triliun yang dipatok pada asumsi CP Aramco sebesar US$833 per metric ton dan kurs Rp10.500 per US$.
Sepanjang tahun 2014 tercatat konsumsi LPG 12 kg di Jatim mencapai 54.295 metrik ton atau hanya sekitar 7% dibandingkan konsumsi LPG 3 kg yang mencapai 755.044 metrik ton. Artinya, jumlah konsumen LPG 12 kg masih jauh di bawah konsumsi LPG 3 kg. Hal ini dinilai tidak akan terlalu menyebabkan pengaruh yang signifikan di kalangan masyarakat.
“Namun untuk mengantisipasi peralihan konsumen LPG 12 kg ke LPG 3 kg, Pertamina juga melakukan monitoring distribusi Elpiji 3 kg sampai pangkalan dengan aplikasi SIMOL3K (Sistem Monitoring Penyaluran Elpiji 3 kg),” papar Heppy.
Selain itu, Pertamina juga melakukan antisipasi lonjakan harga LPG 12 kg di tingkat pengecer dengan menetapkan harga eceran di SPBU yg menjadi outlet LPG 12 kg. Hal ini dimaksudkan agar SPBU bisa berperan menjadi barometer harga LPG 12 kg sebagai antisipasi jika pengecer menaikkan harga secara liar.
“LPG 12 kg saat ini juga sudah dijual di 397 SPBU tersebar di seluruh kota/kabupaten. Harga di SPBU ini bisa menjadi barometer harga LPG 12 kg di suatu wilayah. Sehingga jika harga di pasaran terlalu tinggi, masyarakat bisa membeli LPG 12 kg di SPBU yang menyediakannya” jelas Heppy
Kenaikan harga jual LPG ukuran 12 kg ini diharapkan akan membantu mengurangi kerugian PT. Pertamina selaku pihak korporasi, walaupun secara struktural, PT. Pertamina merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selama ini, PT. Pertamina menelan kerugian akibat penjualan gas LPG 12 kg di bawah harga keekonomian.
Untuk itu, Pertamina juga telah menyampaikan kembali roadmap penyesuaian harga elpiji 12 kg secara berkala dalam rapat koordinasi dengan pemerintah, dimana penyesuaian tersebut dapat dilakukan secara otomotis setiap 6 (enam) bulan hingga mencapai harga keekonomian di tahun 2016.
No comments:
Post a Comment