Harga udang laut atau lobster saat ini masih tinggi di pasaran. Dari kalangan nelayan, harga jual lobster tertentu bisa mencapai Rp 950.000 per kilogram. Sedangkan harga jual lobster termurah saat ini sekitar Rp 380.000 per kilogram.
Lobster merupakan komoditi laut yang memiliki pasar ekspor yang menjanjikan. Saat ini untuk pasar ekspor lobster asal Indonesia sudah merambah ke Shanghai China, Hongkong, Taiwan dan juga Singapura.
Para nelayan mencari lobster di daerah karang laut pada malam hari dengan menggunakan alat selam. Untuk memudahkan pemasaran hewan berharga ini, para nelayan bergabung dalam suatu kelompok. Hasil tangkapan lobster para nelayan akan dikumpulkan untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Selanjutnya, setelah di jual ke eksportir, hasil penjualan akan dibagikan kepada para anggota.
“Kalau menjual secara individu jelas nelayan tidak akan mampu. Karena tangkapan terbatas, sedangkan biaya transport sama. Maka dari itu dengan dikumpulkan semua hasil tangkapan dan dijual lewat jalur kelompok akan lebih menghemat biaya,” terang Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Lobster Dusun Watu Ulo, Muhammad Salam.
Untuk kelompoknya, pemasaran ke eksportir saat ini hanya di Surabaya dan Jakarta. Salam dan kelompoknya mengirim lobster dalam rentan waktu 2 kali seminggu. Setiap kirim, rata-rata sebanyak 25 kilogram lobster dijual ke eksportir.
“Kalau musim lobster, sekitar bulan November sampai bulan April, sekali kirim bisa 300 kilogram sampai 400 kilogram per hari,” ungkapnya.
Karena memasuki musim kemarau di bulan ini, jumlah lobster masih belum terlalu banyak. Selain itu, suhu perairan menurun dan membuat banyak pencari lobster enggan untuk melakukan penyelaman. Karena untuk mendapakan lobster, nelayan harus melakukan penyelaman dan mencari secara manual di daerah terumbu karang.
Dia mengaku, pada saat musim kemarau, nelayan enggan untuk mencari lobster pada malam hari. Padahal saat itu, lobser keluar untuk mencari makan dan pada siang harinya sembunyi di terumbu karang. “Tetapi yang dilakukan oleh nelayan adalah mencari pada siang hari. Karena suhu air waktu itu tidak terlalu dingin, ketika di malam hari, nelayan tidak ada yang bekerja karena suhu terlalu dingin,” ungkapnya.
Karena hal itu, harga lobster pun cenderung masih tinggi. Harga lobster jenis pasir saat ini sekitar Rp 550.000 per kilogram sampai Rp 600.000 per kilogram. “Sedangkan harga lobster tertinggi yakni jenis Lobster Mutiara dengan harga Rp 950.000 per kilogram. Paling murah, jenis Lobster Batu, harganya Rp 380.000 per kilogram,” sebutnya.
Salam menjelaskan, saat ini kiriman banyak dari jenis Lobster Batu karena lokasi tangkapan lebih mudah dijangkau oleh nelayan. Artinya, jika rata-rata untuk satu kali kirim dengan berat 25 kilogram, maka nelayan mendapatkan omzet sekitar Rp 9,5 juta untuk sekali kirim. “Kalau sudah dipotong biaya kirim dan dibagi kepada nelayan, rata-rata per nelayan mendapatkan penghasilan bersih sebesar Rp 200.000,” papar Salam.
Salam juga menilai, pemasaran lokal di Kabupaten Jember juga dirasa masih sempit. Pasar lobster hanya dapat diterima oleh wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Rata-rata permintaan datang dari tempat wisata, seperti Papuma. “Saya perhatikan, permintaan lobster mencapai 20 kilogram per minggu di Papuma. Jumlah itu masih sedikit, dan harga jual masih di bawah harga jual ekspor,” ujarnya.
Selain itu, untuk menjaga stabilitas harga jual lobster, Salam menginginkan terobosan untuk pembuatan keramba di dalam laut untuk menyimpan lobster yang sudah tertangkap untuk dijual ketika musim lobster sepi.
Pasalnya, ketika musim panen tiba, nelayan menjual semuanya pada pasar dan tidak menyimpannya. Untuk menyimpan lobster, nelayan masih menggunakan kolam air. Hal ini membuat lobster terancam mati, padahal permintaan pasar luar negeri adalah lobster yang masih hidup.
“Kualitas air di kolam dan di laut berbeda. Kami harus cepat menjualnya. Namun jika ada kerambah di dalam laut akan lebih baik. Itu (kerambah laut) berguna untuk menyimpan lobster selama 4 bulan hingga musim kemarau tiba. Kami ingin membuat dalam skala yang kecil, tapi permodalan menjadi penghambat,” jelasnya.
No comments:
Post a Comment