Gambar1: Padi organik merupakan salah satu potensi daerah yang bisa dikembangkan.
Banyaknya potensi ekonomi di setiap daerah harus dimaksimalkan oleh setiap pemerintah daerah dan juga masyarakat agar bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah tersebut. Identifikasi potensi daerah semestinya dilakukan sedini mungkin untuk menentukan sektor andalan daerah tersebut. Hal itu juga harus didukung oleh matangnya infrastruktur untuk mempermudah dalam sarana pemasaran produksi daerah.
Kemudahan dalam pemasaran suatu produk yang diciptakan oleh setiap daerah bergantung pada infrastruktur yang memadai, baik itu infrastruktur non fisik yang berupa fasilitas darat, laut, dan udara juga infrastruktur fisik yang bisa berupa kemudahan penyampaian informasi berbasis digital.
Untuk memudahkan perluasan pemasaran produk pada suatu daerah, Bank Indonesia menggelar pelatihan jurnalistik ekonomi bertemakan Diagnosa Potensi Daerah bagi semua wartawan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) se eks Karesidenan Besuki.
Gambar 2: Sejumlah wartawan Jember saat mengikuti pelatihan jurnalistik ekonomi.
Acara tersebut dimaksudkan agar peran media bisa lebih aktif dalam penyampaian informasi kepada publik mengenai potensi-potensi daerah yang bisa dikembangkan. Di sisi lain, semakin dekatnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economy Comunity (AEC) ditengarai akan berdampak signifikant pada persaingan pemasaran produk konsumsi di kalangan masyarakat.
Gambar3: Dwi Suslamanto saat memberikan penjelasan mengenai diagnosa potensi daerah.
Hal ini diutarakan oleh Kepala Deputi Bank Indonesia (BI) perwakilan Jember, Dwi Suslamanto selaku fasilitator acara tersebut di Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh, Kabupaten Banyuwangi, Minggu (7/9).
“Kita harus bisa mengidentifikasi potensi di setiap daerah agar bisa menjadi sektor andalan perekonomian. Ada beberapa indikator untuk menilai bahwa produk yang akan dibuat layak yaitu geografis daerah untuk menentukan sektor hulu untuk produksi, tingkat SDM untuk menentukan jenis produksi yang bisa dilakukan dan juga sarana infrastruktur untuk mendukung pemasaran bagi produk yang dihasilkan,” terang Dwi.
Kondisi gegografis menjadi salah satu faktor utama untuk menentukan produk yang bisa dijadikan andalan suatu daerah. Dwi mencontohkan dengan lokasi Desa Sumberbaru yang masih sangat minim penggunaan bahan-bahan kimia dalam hal budidaya pertanian. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dengan memproduksi hasil pertanian organik.
“Jadi ada yang bisa dijadikan andalan di setiap daerah. Saat ini pemasaran produk-produk yang bersifat kesehatan mulai diminati oleh banyak kalangan. Produk yang berbeda ini justru akan mampu bersaing dengan produk lain di pasar yang luas, terutama menjelang adanya MEA 2015 nanti,” ujarnya.
Dwi beralasan, produk yang menawarkan suatu manfaat akan menciptakan segmentasi pasar tersendiri. Namun hal ini juga harus didukung oleh peran Pemerintah dengan memberikan infrastruktur yang baik bagi pelaku usaha.
“Infrastrukur bisa berupa perbaikan jalur, baik darat, laut ataupun udara yang bisa digunakan untuk mempermudah pengiriman produk,” terangnya.
Selain itu, dengan sudah baiknya sarana ini, juga berfungsi untuk mendatangkan para turis domestik atau mancanegara untuk menikmati potensi wisata daerah. Ini akan meningkatkan pendapatan sektor wisata dan masyarakat yang bekerja disana.
Untuk memperbaiki beberapa sektor itu harus juga didukung oleh infrastruktur fisik berupa perkembangan digital untuk memudahkan setiap aktifitas ekonomi masyarakat. Saat ini, dengan perkembangan teknologi berupa internet dan berbagai layanan perbankan yang canggih juga berdampak positif bagi percepatan pertumbuhan ekonomi.
“Saat ini untuk melakukan transaksi perdagangan tidak perlu membawa uang secara fisik dalam jumlah yang banyak. Cukup transfer dan pengiriman barang bisa segera dilakukan. Dengan ini, kegiatan ekonomi semakin bisa berkembang,” ungkap Sekretaris TPID Kabupaten Jember itu.
Mengenai tingkat SDM, Dwi menjelaskan semakin tinggi kualitas SDM maka semakin tinggi pula kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu contohnya yakni produk berbasis teknologi chip handphone yang saat ini bisa terjual secara luas di seluruh dunia. Dari segi nilai tambah atau Value Added, hal ini tentu memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan penjualan produksi hasil pertanian mentah.
“Jadi, saat ini kita memerlukan SDM yang berada di sektor ilmu eksak karena sudah saatnya setiap daerah kita menjalankan bisnis berbasis teknologi. Jika produk itu bisa diproduksi secara masal di dalam negeri dan dipasarkan dengan cara yang benar, tentu saja pertumbuhan ekonomi akan semakin cepat terjadi. Sehingga pendapatan masyarakat juga akan semakin meningkat,” jelas Dwi.
Saat ini pendapatan perkapita masyarakat di Indonesia sekitar 3.400 US Dollar atau jika menggunakan kurs Rp 11.000 per Dollar, maka angka itu senilai Rp 37.400.000 per orang per tahun. Atau senilai, Rp 3 juta per bulan. Namun pendapatan ini hanya rata-rata, jika masih banyak masyarakat yang memiliki pendapatan di bawah itu, maka ketimpangan atau kesenjangan pendapatan masyarakat juga semakin lebar.
Pengembangan potensi daerah yang terstruktur diharapkan mampu mendongkrak pendapatan masyarakat. Selain itu pemerataan atau inklusi pendapatan juga bisa terjadi di kalangan masyarakat. (den)
No comments:
Post a Comment