Sunday, 14 September 2014

Edamame Bidik Pasar Timur Tengah




KALIWATES- Produsen kedelai edamame di Kabupaten Jember, PT Mitratani Dua Tujuh, anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) telah membidik pasar Australia dan Timur Tengah untuk memasarkan produknya. Selama ini, ekspor komoditas andalan Jember itu masih terkonsentrasi ke Jepang.
            "Kami mencoba mengembangkan ekspor ke Australia dan Timur Tengah sebagai upaya diversifikasi pasar. Tapi Jepang masih akan menjadi pasar utama. Selama ini kami sudah cukup menguasai pasar edamame di Jepang, tentu ke depan akan diperdalam penetrasinya sembari menggarap pasar negara lain," kata Direktur Mitratani Dua Tujuh, Wasis Pramono.
Menurut Wasis, pasar Australia dan negara-negara Timur Tengah cukup potensial karena konsumsi hortikultura di negara-negara tersebut cukup tinggi. Kesadaran untuk mengonsumsi makanan sehat telah mampu meningkatkan permintaan edamame.
"Kami ingin, ke depan pasar non-Jepang mulai berkembang. Setidaknya 35 persen produk kami terdistribusi ke luar Jepang. Selama ini, 80 persen dari ekspor kami tertuju ke Jepang, baru sisanya ke dalam negeri dan negara di luar Jepang. Kami juga akan memperkuat pasar dalam negeri karena potensinya cukup menjanjikan," tutur Wasis.
Tahun ini Mitratani menargetkan pendapatan sebesar Rp 130 miliar. Target ekspor dipatok sebesar 6.700 ton produk edamame. "Hingga kuartal pertama 2014, kinerja sudah on the right track," ujarnya.
Wasis mengatakan, pasar di Jepang akan tetap menjadi prioritas karena selama ini produk Mitratani sudah cukup mendominasi pasar edamame di Negara Sakura tersebut. Mitratani memiliki 22 konsumen besar di Jepang.
Di Jepang, pasar edamame Mitratani terdiri atas pembeli ritel dan pembeli pabrikan. Khusus untuk pembeli ritel, produk dikemas lebih kecil, yaitu 2 ons per bungkus. "Banyak disajikan di restoran dan hotel di Jepang," kata Wasis.
Wasis menambahkan, Mitratani juga akan intensif mengembangkan pasar komoditas selain edamame, seperti okra, buncis, dan beragam sayuran lainnya.
"Pasar okra sangat besar di Jepang dan kami sudah mulai mengekspor ke Jepang. Okra ini margin keuntungannya lebih baik dari edamame. Untuk buncis, tahun ini kami uji coba dan rencana ekspor awal 70 ton ke Jepang. Sedangkan produk bumbu dan sayur siap pakai kami pasarkan ke sejumlah perusahaan pertambangan seperti Freeport yang memang membutuhkan makanan siap saji di lokasi pertambangannya yang jauh dari kota," kata Wasis.
Produk turunan edamame juga digarap dengan mengembangkan minuman, tepung, dan pasta, "Sehingga kami tidak hanya jual edamame sebagai produk primer, tapi sudah ada turunannya yang bisa memberi nilai tambah," jelasnya.
Produk edamame selain dijual ke luar negeri juga banyak tersebar di kalangan industri lokal Kabupaten Jember. Beberapa olahan makanan kreatif berbahan baku edamame mulai dikembangkan oleh warga menjadi edamame rebus, cake edamame dan juga edamame goreng.

Salah satu pelaku industri edamame goreng, Siti Muayadah (34) mengatakan, bisnis ini cukup menguntungkan bagi dirinya, selain bahan baku yang mudah didapat, bisnis ini juga mempunyai pasar yang menjanjikan dengan banyaknya toko oleh–oleh di sepanjang kawasan perkotaan Jember.
“Bahan bakunya, kita langsung kerjasama dengan Mitra Tani. Untuk pemasarannya, cukup kita titipkan di beberapa toko oleh–oleh di Jember,” terangnya yang memiliki lokasi industri di Jalan Letjend Suprapto gang XIV Kelurahan Kebonsari Kecamatan Sumbersari ini.
Toko oleh–oleh khas jajanan Jember memang cukup menjamur di sepanjang Jalan Gajah Mada, jalan Trunojoyo dan beberapa ruas jalan lain yang ramai dikunjungi orang. Khusus untuk jalan Gajah Mada yang merupakan jalur provinsi, memang kerap disinggahi oleh pembeli khususnya yang berasal dari luar Kabupaten Jember.
“Perputarannya cepat kalau ditaruh di toko oleh–oleh. Ada banyak toko yang bisa diajak kerjasama, seperti Primadona dan Purnamajati yang banyak orang mengenalnya,” ujarnya.
Biaya yang dikeluarkan oleh Siti untuk satu kali produksi sekitar Rp 500.000 sampai Rp 600.000. Jika dalam satu minggu maksimal produksi yang dilakukannya sebanyak 3 kali, maka dalam satu bulan dia memproduksi edamame goreng sebanyak 12 kali, dan membutuhkan biaya variabel sebesar Rp 6 juta per bulan, untuk biaya upah karyawan Siti mengeluarkan dana sebesar Rp 2 juta per bulan. Jadi, untuk total biaya produksi sebesar Rp 8 juta per bulan.
            Namun besarnya biaya variabel yang dikeluarkan juga diimbangi dengan besarnya omzet yang didapat. Setiap bulan rata-rata dia bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 10 juta hingga Rp 12 juta.
            “Keuntugan bersih sekitar Rp 2 hingga Rp 4 juta per bulan. Itu sudah termasuk upah karyawan dan biaya produksi yang lain,” ujarnya.

No comments:

Post a Comment