Sunday, 31 August 2014

Tembakau Jember Penuhi 40 Persen Kebutuhan Dunia



Kabupaten Jember telah dikenal sebagai sentra penghasil komoditi tembakau terbesar se Indonesia. Bahkan, tembakau dari Jember memiliki kualitas terbaik sehingga dengan mudah menembus pasar dunia. Sejauh ini, sekitar 40 persen kebutuhan tembakau yang diperuntukkan pembuatan cerutu dipasok dari Kabupaten Jember.
            Tembakau jenis Naa Oogst merupakan jenis tembakau yang menjadi komposisi cerutu dunia yang diproduksi di Bremen Jerman. Untuk cerutu dari isi dan juga pembungkusnya terbuat dari daun tembakau jenis ini. Untuk daun tembakau Naa Oogst kualitas terbaik akan dijadikan pembungkus cerutu atau biasa disebut dengan Dekomblaad. Sedangkan untuk tembakau Naa Oogst yang mempunyai kualitas di bawahnya, maka dijadikan sebagai isi cerutu atau disebit dengan Filler.
            Pihak yang menanam tembakau di Jember yakni berasal dari petani rakyat dan juga PT. Perkebunan Nusantara (PTPN). Tanaman tembakau jenis Naa Oogst tradisional mempunyai tingkat kerumitan yang cukup tinggi. Beberapa metode keamanan yang dipakai untuk budidaya tembakau ini yaitu Tembakau Bawah Naungan (TBN) atau memberikan warenguntuk mengelilingi lokasi tanaman ini.
            Harga tembakau Naa Oogst ini pun berselisih jauh dengan tembakau jenis Kasturi yang menjadi komoditas tanaman tembakau terbanyak di Kabupaten Jember. Harga jual tembakau Kasturi saat ini sekitar Rp 20 ribu per kilogram atau Rp 2 juta per kuintal. Sedangkan harga Naa Oogst bisa mencapai antara Rp 7 juta sampai Rp 12 juta per kuintal.
            Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Jember, Hendro Handoko menjelaskan, harga Naa Oogst yang sangat tinggi ini sebanding dengan jerih payah petani untuk membudidaya tanaman ini. Pasalnya, untuk mencapai kualilas ekspor, daun tembakau Naa Oogst harus bersih, halus dan bentuknya tidak boleh ada cacat. “Jika bolong sedikit saja sudah tidak bisa diterima di pasar ekspor. Oleh karena itu, petani sangat berhati hati untuk menanam tembakau jenis ini,” paparnya.
            Tanaman tembakau Naa Oogst ini tersebar di 18 kecamatan di Kabupaten Jember dan merupakan wilayah dengan luas tanaman tembakau terbesar se Jawa Timur. Rata-rata setiap hektar areal tanam tembakau jenis ini dapat menghasilkan sekitar 1,5 ton tembakau.
            “Artinya, jika menggunakan harga terendah sebesar Rp 7 juta per kuintal. Maka pendapatan petani tembakau Naa Oogst ini sekitar Rp 70 juta per hektar,” ungkapnya.
             Modal usaha yang dikeluarkan oleh petani untuk menanam tembakau ini setiap hektarnya sebesar Rp 50 juta. Biaya yang dikeluarkan memang sangat besar, namun jumlah tersebut dapat segera terlunasi oleh pendapatan penjualan tembakau pasca panen.
            “Dikarenakan dana yang dibutuhkan oleh petani sangat besar untuk menanam tembakau jenis ini, maka untuk petani rakyat yang menanam tembakau ini masih sangat sedikit. Masyarakat lebih banyak menanam tembakau jenis tembakau kasturi yang membutuhkan modal lebih kecil daripada Naa Oogst,” jelas Hendro.
            Dari jumlah produksi sebanyak 1,5 ton tersebut, sekitar 40 persen lahan atau sekitar 5 kuintal menghasilkan daun tembakau jenis Dekomblaad per hektarnya. Dan sebesar 60 persen atau sekitar 1 ton daun tembakau menghasilkan kualitas Filler.
            Namun besaran prosentase ini dapat menurun akibat serangan penyakit yang melanda tembakau di Jember. Produksi tembakau jenis Naa Oogst bisa menyusut menjadi 30 persen yang menghasilkan Dekomblaaddan 70 persen menghasilkan Filler.
            Sementara itu, harga panen daun pertama (hang) untuk jenis tembakau kasturi di Kabupaten Jember masih sangat rendah yakni sebesar Rp 2.000 per kilogram untuk daun bawah. Padahal pada kondisi normal seharusnya harga jualnya sekitar Rp 7.000 per kilogram. Namun untuk daun tengah masih lumayan mahal yaitu Rp. 2 juta per kuintalnya.
            “Untuk tembakau kasturi semakin tinggi daun yang dipetik, maka harganya semakin mahal karena kualitasnya lebih bagus. Setelah hang, panen daun berikutnya sekitar Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per kilogram. Dan harga tertinggi bisa mencapai Rp 45.000 per kilogram,” terangnya.

Thursday, 28 August 2014

Penyandang HIV Jember Meningkat 22 Kali Lipat



Jumlah penyandang HIV Aids di Kabupaten Jember mengalami peningkatan sebesar 22 kali lipat sejak tahun 2007 sampai pertengahan tahun 2014 ini. Dari data yang dilansir oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, jumlah penyandang HIV Aids atau biasa disebut ODHA (Orang Dengan Hiv Aids) tahun 2007 sebanyak 59 orang, saat ini jumlah ODHA sebanyak 1.335 orang.
            Pengetahuan seksiologi yang kurang di kalangan masyarakat, dimungkinkan menjadi salah satu faktor penyebab bertambahnya jumlah ODHA ini. Selain itu, penanaman iman dan ketaqwaan juga dinilai masih kurang membentengi beberapa kalangan masyarakat untuk melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan HIV Aids pada dirinya.
            “Terus mengalami peningkatan, pada tahun 2011 penyandang HIV sebanyak 180 orang, tahun 2012 sebanyak 231 orang, tahun 2013 lalu sebanyak 296 orang. Dan per bulan Juli tahun ini korban sudah mencapai 217 orang,” terang Humas Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, Yumarlis saat memberikan penyuluhan HIV Aids di Sekolah Tinggi Agama Islam Al- Qodiri (STAIQOD) beberapa waktu lalu.
            Dari total jumlah penyandang HIV Aids itu, sebagian besar penderita didominasi oleh masyarakat berusia produktif, yakni antara usia 25 tahun sampai 49 tahun sebanyak 974 orang atau sekitar 70 persen dari total penderita sejumlah 1.335 orang.
            Di urutan kedua, ditempati oleh masyarakat usia 20 tahun sampai 24 tahun yakni sebanyak 197 atau sekitar 15 persen dari jumlah keseluruhan. Banyaknya penderita HIV pada usia ini dikarenakan pada usia ini banyak terjadi penyimpangan seksual seperti Heteroseks atau berganti ganti pasangan dan juga penggunaan narkoba dengan jarum suntik.
            Untuk kategori pekerjaan, ibu rumah tangga menjadi penderita HIV Aids tertinggi yakni sebanyak 322 orang. Di urutan kedua ditempati wiraswasta dengan jumlah 245 orang. Selanjutnya ditempati oleh Pekerja Seks Komersial (PSK) sebanyak 189 orang. Sedangkan untuk penderita yang paling sedikit terkena yaitu kalangan manager atau eksekutif dan juga pelaut yaitu hanya satu orang.
            “Ibu rumah tangga ini bisa tertular oleh suami yang terlebih dulu terjangkit HIV. Oleh sebab itu, jangan dianggap remeh penyakit ini. Karena bisa menimpa siapa saja, termasuk ibu rumah tangga dan anak-anak,” ungkap Yumarlis.
            Dia menambahkan, banyak orang yang sebenarnya terjangkit HIV tetapi tidak merasakannya bahkan mereka terlihat dan merasa sehat. Dan mereka juga tidak mengetahui bahwa mereka sudah terjangkit HIV.
            “Satu-satunya jalan agar mereka mengetahui apakah terjangkit yaitu harus melakukan tes HIV. Tetapi diharap jangan khawatir karena rahasia pasti dijamin aman. Dan para petugas kesehatan juga akan mendampingi penderita,” ujarnya.
            Yumarlis menghimbau kepada masyarakat umum, jika mengetahui tetangga atau seseorang yang diketahui menderita HIV untuk tidak mengucilkan mereka dan menjauh dari mereka karena takut tertular penyakit yang sama.
            “Jangan dikucilkan. Penyakit itu (HIV) tidak menular kecuali melalui transfusi darah, hubugan seksual, pemakaian jarum suntik yang tidak stereil dan dipakai bersama sama, hubugan seksual, dan juga melalui persalinan dari ibu yang menderita HIV kepada anak yang baru dilahirkan itu. Selain itu, penyakit ini tidak akan menular,” pungkasnya. (den)


Loper Koran Jadi Juragan Tahu


PATRANG- Seorang sarjana hukum biasanya akan mencari pekerjaan untuk menjadi pengacara, jaksa, hakim atau pegawai Pemkab. Namun hal itu tidak berlaku untuk Jamhari (49). Dia lebih memilih menggeluti usaha industri tahu yang telah lama dia pelajari. Saat ini, dia menuai hasil dari keputusannya tersebut. Dalam satu hari, Jamhari mampu meraih keuntungan bersih lebih dari Rp 1,2 juta. Artinya, dalam satu bulan, dia mendapatkan keuntungan lebih dari Rp 37 juta.

            Jamhari adalah anak keenam dari 10 bersaudara. Bapaknya menikah lagi dan dikarunia 4 orang anak. Oleh karena itu, Jamhari juga anak dari 14 bersaudara dari ikatan bapaknya. Bakat wirausahanya nampak sejak kecil, bahkan ketika dia menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP), dia mampu untuk mencari penghasilan sendiri.
            Waktu dia menapaki Sekolah Dasar (SD), dia menjadi salah satu siswa yang pintar, khususnya mata pelajaran Matematika. Tak jarang teman-teman sekolahnya belajar bersama dengannya untuk mengerjakan soal Pekerjaan Rumah (PR), setelah itu, beberapa teman memberinya uang. Dan dia memanfaatkan uang tersebut sebagai uang jajan sekolah.
“Saya dulu tidak pernah diberi uang jajan oleh orang tua saya. Saya mendapatkan uang dari hasil belajar bersama tersebut,” terangnya sambil tersenyum.
            Melanjutkan ke tahapan pendidikan selanjutnya yakni SMP, dia enggan meminta uang kepada orang tua untuk biaya sekolah dan uang saku. Dia memilih bekerja dan membiayai sekolah sendiri. Dia menjadi tenaga industri tahu di Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang. Hal ini dia lakukan hingga dia lulus perguruan tinggi. “Saya SMP sudah jadi pekerja di industri tahu. Dan itu saya lakukan hingga saya lulus kuliah,” ungkapnya.
            Setiap pagi dia harus bekerja dan sore harinya, dia mencari ilmu dengan bersekolah. Akan tetapi selama dia bekerja, dia juga belajar dan memahami bagaimana cara membuat tahu yang berkualitas baik dan disukai oleh masyarakat. Dia pun tidak hanya bekerja di satu tempat saja, dia bekerja di industri tahu yang berlainan. “Saya bekerja sambil belajar, jika sudah mendapatkan ilmu di suatu industri tahu, saya pindah ke industri tahu yang lain,” ujarnya.
            Setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), dia mempunyai tekad yang berbeda dengan kebanyakan temannya yang sebaya. Dia ingin agar orang tuanya bangga terhadapnya. Dia meneruskan menimba ilmu di Perguruan Tinggi dengan mengambil Fakultas Hukum di Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember. “Orang tua merasa bangga kepada saya karena kuliah. Mereka merasa perjuangannya sukses dengan melihat anaknya hingga mampu melanjutkan kuliah,” paparnya.
            Setelah lulus, dia bekerja di salah satu perusahaan jasa hingga mampu menduduki posisi Kepala Unit. Selama kurang lebih 5 tahun dia bekerja disana, namun dia merasa tidak cocok dengan pimpinannya dan terlibat adu mulut. Merasa dihina, dia memutuskan keluar dari perusahaan tersebut. “Karena leluhur saya dihina, saya memutuskan keluar dan mencari pekerjaan lain,” terangnya.
            Padahal, kala itu dia harus menghidupi istrinya. Akhirnya dia bekerja secara serabutan dan tidah lupa dia sungkem kepada orang tuanya untuk mendapatkan doa. Setelah itu dia mulai mencari pekerjaan. Dia pernah bekerja sebagai loper koran hingga menjadi tukang becak umtuk memenuhi kebutuhan keluarganya kala itu.
“Setelah sungkem dan meminta doa, saya bekerja. Saya pernah menjadi loper koran, kuli panggul, hingga tukang becak. Dan itu saya lalui dengan ikhlas,” kenangnya.
            Lalu dia mulai kembali dengan berbisnis tahu. Awal mulanya, dia membeli tahu di industri dan menjualnya kembali di pasar. Dari hal tersebut, dia mengetahui selera masyarakat terhadap tahu. Perlahan tapi pasti, dia mengumpulkan modal dan mendirikan sendiri industri tahu. Produksi awal, Jamhari hanya menghabiskan kedelai sebanyak 24 kilogram. “Dulu jadi pedagang tahu. Karena saya ada modal cukup, saya buat industri tahu sendiri,” ulasnya.
            Keahlian dia membuat tahu dan juga pengetahuan dia membaca peluang pasar, menjadi modal utamanya menghadapi persaingan bisnis. Akan tetapi, dia lebih siap menghadapi kerasnya persaingan dunia usaha karena dia tidak hanya mengandalakan ketrampilan, akan tetapi dia menerapkan ilmu matematika, sehingga dia dapat menjalankan usahanya dengan disiplin keuangan. “Saya maksimalkan semua yang saya dapat dari sekolah, bekerja di industri tahu dan juga sebagai penjual tahu. Dan itu yanng membuat saya tetap bertahan dengan bisnis ini,” terangnya.
            Awal usahanya didirikan pada 2 februari 2002 silam. Dia menilai, ketika diibaratkan garfik, usahanya selalu menunjukkan tren naik. Bahkan konsumen-konsumen datang memadati daftar konsumen yang sudah ada. Hal itu, sempat membuatnya terlena sehingga dia ingin memenuhi semua kebutuhan pasar dan terus meningkatkan jumlah produksi. Dia menaikkan jumlah produksinya menjadi 800 kilogram setiap harinya. Hal tersebut membuat para karyawannya melakukan demo dan mogok kerja.
“Mereka menuntut agar jumlah produksi dikurangi karena tenaga mereka tidak kuat. Saya penuhi tuntutan mereka karena itu hak mereka,” ujarnya. Akhirnya dia membatasi jumlah produksinya pada angka 700 kilogram per hari.
            Dengan jumlah produksi sebanyak itu, dia mampu meraup omzet hingga lebih dari Rp 8 juta per hari atau sekitar Rp 241 juta per bulan. Namun dia juga membayar gaji karyawannya dengan tertib. Jumlah karyawannya mencapai 18 orang dan menjalankan sistem kerja rollingselang waktu 2 hari. Setiap karyawan rata-rata mendapatkan gaji pokok Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per hari. “9 karyawan kerja dua hari lalu libur dan diganti 9 karyawan lainnya. Gaji mereka rata-rata Rp 70.000 hingga Rp 80.000 per hari,” ungkapnya.
            Untuk memberikan semangat kepada karyawannya, dia memberikan bonus kerja setiap bulannya. Bahkan dia juga memberikan uang ceperan kepada karyawan yang membantu tugas lain yang berhubungan dengan produksi. Seperti, membeli bahan bakar kayu dan juga ikut berjualan di pasar. Dalam setiap hari, mereka mendapatkan ceperan antara Rp 25.000 hingga Rp 100.000. Tak hanya itu, jika karyawan selama satu bulan masuk hingga 20 hari, mendapatkan bonus Rp 150.000. “Terkadang, jumlah ceperan mereka lebih besar daripada jumlah gaji pokok, sehingga mereka semangat bekerja,” paparnya.
            Sistem manajemen ini dia terapkan lebih dari 12 tahun lamanya. Saat ini, dalam kesehariannya hanya menjadi pengawas produksi dan pemasaran dan juga mengatur keuangan industrinya. Setiap hari, industrinya mencetak tahu hingga 112 kali cetakan. Dengan perhitungan, setiap cetakan memerlukan kedelai sebanyak 6,25 kilogram. Dia mendapatkan keuntungan Rp 7.000 per cetakan. Artinya, dalam sehari dia mendapatkan keuntungan bersih Rp 784.000. “Keuntungan bersih dari produksi tahu, lebih dari Rp 700.000 per hari,” terangnya.
            Tak hanya itu, dia juga mendapatkan keuntungan dari penjualan ampas tahu yang dihasilkan dan dijual untuk pakan ternak. Setiap hari, dia dapat menghasilkan ampas tahu sebanyak 25 karung. Harga jual dipatok Rp 19.000 per karung. Jadi dia juga mendapatkan tambahan keuntungan Rp 475.000 per hari.
“Pendapatan bersih dari penjualan tahu dan ampasnya, mencapai Rp 1.262.000 per hari,” ungkapnya. Artinya Jamhari mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 37.860.000 per bulan.
            Dia menilai, saat ini semua target dalam hidupnya telah tercapai. Dari hasil tersebut, dia sudah menunaikan ibadah haji dan juga membeli rumah, mobil dan juga motor untuk anak-anaknya. Istrinya, Siami (47) dan juga anak-anaknya, yakni Ahmad Muzamil (24), Ahmad Miftahul (20), dan juga Sofi Mardiana (13) telah menikmati hasil jerih payah Jamhari. Bahkan anak sulungnya enggan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan memilih untuk mengikuti jejak ayahnya.
            Jamhari berharap, pekerja di industrinya tidak selamanya menjadi pekerja. Dia menginginkan, suatu saat nanti mereka mendirikan industri tahu sendiri. Sehingga dapat menjadi juragan tahu seperti yang telah dirasakan olehnya saat ini.

Wednesday, 27 August 2014

UMKM Jember siap hadapi AEC




Persaingan perdagangan dan industri se Asia Tenggara atau biasa disebut Asean Economy Community (AEC) semakin dekat yakni pada tahun 2015, beberapa pengusaha baik pengusaha besar maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di daerah sudah sepatutnya untuk mempersiapkan diri mengenai hal ini. Beberapa faktor kunci yang diperlukan oleh para pengusaha yakni informasi pasar yang akurat harus secepatnya dikuasai.
            Selama ini pengusaha yang bergerak di sektor UMKM memiliki pasar yang terbatas di area lokal Jember saja. Sehingga pemasaran produk tidak bisa maksimal dikarenakan pasar yang belum luas dan hanya sedikit yang menjangkau pasar ekspor, akhirnya produksi yang dilakukan pun hanya sebatas jumlah permintaan lokal saja.
            Oleh karena itu, untuk menanggulangi persoalan akses informasi, pengusaha dituntut untuk menjalin hubungan yang lebih luas dengan para pengusaha yang lain, baik itu antara pengusaha besar dengan pengusaha besar maupun pengusaha besar dengan pengusaha kecil.
            “Baik pengusaha kategori kecil atau pengusaha besar harus tergabung dalam suatu wadah untuk memudahkan mereka dalam akses informasi,” jelas Ketua Bidang UMKM Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Jember, Iriane Chairini Megah Wati.
            Manfaat tergabungnya para pengusaha dalam satu wadah organisasi yakni dapat mempermudah informasi ketersediaan bahan baku industri dan juga pemasaran yang akan dilakukan. Selain itu, jika ada beberapa pengusaha yang bergelut di bidang industri yang sama, maka pengusaha yang tergabung itu bisa melakukan kerjasama dalam perdagangan atau industri untuk semakin mengembangakan produksi.
            “Misalnya, ada pengusaha pembuatan kain, mereka bergabung dengan satu wadah bersama pengusaha konveksi. Pengusaha kain bisa melakukan kerja sama untuk memasok bahan baku berupa kain kepada pengusaha konveksi. Jadi, pemasaran lebih mudah,” papar Iriane yang juga merupakan pengusaha Batik Jember ini.
            Hal ini bisa mengurangi beban biaya transportasi produksi dibandingkan dengan pembelian bahan baku dari luar Kabupaten Jember. Artinya, para pengusaha diminta untuk menampakkan dirinya sehingga pengusaha lain mengetahui keberadaan mereka.
            “Kalau tidak nampak dan tidak menampakkan diri, maka pengusaha yang sebenarnya membutuhkan pasokan bahan dari mereka akan membeli bahan di luar Kabupaten Jember,” ucapnya.
            Terutama sektor industri, permasalahan distribusi bahan baku dari hulu ke hilir masih belum tuntas. Beberapa bahan baku mentah dikelola menjadi barang setengah jadi. Dikarenakan akses informasi antar pedagang masih lemah, beberapa pengusaha produk setengah jadi menjual produknya ke luar kota dan tidak menjual ke lokal Jember karena mencari harga jual yang lebih tinggi. Di sisi lain, pengusaha barang jadi  membeli bahan baku setengah jadi dari luar kota.
            “Sehingga tidak ada sinergi antar pengusaha lokal Jember. Seharusnya, persoalan produksi bahan baku hingga menjadi barang jadi bisa didapat dan dilakukan di Kabupaten Jember. Pemasaran produk juga bisa dimaksimalkan untuk kebutuhan lokal Jember. Jadi, uang itu berputar di Jember, bukan di daerah lain,” tuturnya.
            Iriane menilai, jumlah pengusaha sektor industri di Kabupaten Jember yang tergabung dalam suatu wadah organisasi pengusaha masih di bawah 10 persen. Hal ini membuat beberapa pengusaha tidak bisa menjalin kerjasama yang baik antar pengusaha. Lanjutnya, Kabupaten Jember mempunyai potensi yang baik untuk ditonjolkan untuk menghadapi AEC, seperti sektor industri kerajinan, makanan kemasan, dan juga sektor jasa.
            “Untuk memiliki daya saing yang tinggi nanti, pengusaha harus terlebih dahulu mendaftarkan produknya agar produknya bisa diterima oleh masyarakat luas. Mengurus perijinan itu sehingga calon konsumen yang akan membeli juga bisa melihat bahwa produk itu aman untuk dikonsumsi,” ujarnya.
            Dari sisi ini, Iriane berharap agar peran pemerintah bisa maksimal untuk mempermudah perijian bagi pengusaha. Jika setiap perijinan bagi pengusaha bisa terpenuhi, maka produk yang dihasilkan oleh pengusaha memiliki daya saing yang tinggi.
            “Jika produk kita banyak yang tidak terdaftar, lalu pada AEC banyak produk-produk yang lebih bagus dan bisa masuk dengan bebas di minimarket dan supermarket, maka pembeli juga akan banyak membeli produk yang berasal dari Impor,” ungkapnya.
            Dengan telah terjalinnya kerjasama AEC tahun 2015 ini, diharapkan pengusaha-pengusaha lokal mampu untuk bersaing. Momentum ini merupakan ajang pembuktian bagi Indonesia untuk bisa menaikkan pendapatan masyarakat terutama di sektor perdagangan dan industri. Ajang ini bisa menguntungkan bagi Jember, karena selain memiliki pasar domestik, pasar ekspor juga akan semakin terbuka lebar. Tetapi hal ini juga bisa menjadi bumerang, jika produk kita kalah bersaing. Karena hasilnya, justru produk-produk impor yang akan akan mendominasi pasar dalam negeri dan membuat produk-produk dalam negeri semakin kurang diminati oleh masyarakat.

Pertamina Batalkan Pemangkasan BBM Bersubsidi




PT Pertamina (Persero) akhirnya memutuskan tidak lagi memangkas jatah BBM subsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Umum atau SPBU yang sebelumnya dipotong 5%-20% dari pasokan normal per hari.
            Hal tersebut dilakukan oleh pertamina seusai melakukan rapat pada Rabu, (27/8) kemarin. Pertamina memutuskan untuk melakukan normalisasi pasokan BBM bersubsidi kepada masyarakat sehingga tidak ada lagi pemotongan pasokan untuk Premium maupun Solar di SPBU. Namun demikian, penyaluran tetap akan dilakukan secara terukur dan terarah sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.
            Hal ini disampaikan oleh Assistant Manager External Relation Pertamina Marketing Operation Region V Heppy Wulansari saat dihubungi oleh Kabar Jember, Rabu (27/8). Dia menjelaskan, setelah melakukan rapat koordinasi, mulai kemarin pasokan BBM ke setiap SPBU untuk semua wilayah kembali normal sesuai dengan kapasitas permintaan masing-masing SPBU.
            “Pada malam harinya kami sudah melakukan koordinasi dan dimulai pada pagi harinya pasokan BBM baik untuk Premium dan Solar kembali normal sesuai dengan permintaan normal setiap SPBU,” terangnya.
            Jadi, lanjutnya, untuk kebutuhan SPBU 32 kiloliter per hari akan kembali mendapatkan pasokan BBM sebanyak 32 kiloliter dan tidak mendapatkan pemangkasan menjadi 24 kiloliter atau 16 kiloliter seperti yang terjadi sebelumnya.
            Dia menambahkan, pengiriman pasokan BBM akan kembali dinormalkan dengan memasok seluruh kebutuhan SPBU dan menambah jam operasional untuk memastikan agar seluruh Delivery Order (DO) telah terkirim sesuai dengan permintaan.
“Kami lakukan percepatan pengiriman BBM dari Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) yang berada di Banyuwangi. Oleh karena itu, masyarakat diharap jangan panik karena kebutuhan BBM pasti akan terpenuhi,” katanya.
Dia menyebutkan, kebutuhan atau permintaan BBM bersubsidi pada bulan Juli di Kabupaten Jember rata-rata sebanyak 590 kiloliter per hari untuk jenis Premium. Sedangkan untuk BBM jenis Solar, kebutuhannya sebanyak 198 kiloliter per hari. Jumlah tersebut untuk kebutuhan 33 SPBU yang berada di seluruh Kabupaten Jember.
Hal itu terjadi ketika masyarakat mengkonsumsi BBM bersubsidi secara normal, namun ketika beredar informasi mengenai pembatasan BBM bersubsidi dari Pertamina, masyarakat berbondong-bondong untuk mengisi kendaraannya melebihi kebutuhan normal per hari.
“Selain itu, pengisian BBM dengan jerigen juga menjadi faktor yang meningkatkan jumlah konsumsi BBM di masyarakat. Padahal, seharusnya pengisian BBM bersubsidi itu hanya diperuntukkan bagi variabel produksi UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan juga usaha perikanan dan pertanian,” papar heppy.
Oleh sebab itu, Heppy berharap agar Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait untuk lebih selektif lagi memberikan ijin bagi pedagang bensin eceran yang menggunakan jerigen. Dan untuk pihak SPBU harus berani menolak permintaan BBM bersubsidi bagi pedagang eceran yang tidak menunjukkan surat rekomendasi resmi dari SKPD terkait. “Sudah ada aparat kepolisian yang bertugas mengawasi penyaluran BBM di setiap SPBU,” ucapnya.
Hal ini untuk mengurangi adanya praktek kecurangan dan juga konflik antar masyarakat saat pengisian BBM. Beberapa masyarakat sengaja membeli BBM bersubsidi untuk selanjutnya dijual kembali kepada masyarakat. Pada kondisi ini dikhawatirkan akan terjadi penimbunan BBM yang dilakukan oleh pedagang nakal untuk mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar.
Menurut pantauan, dengan pasokan BBM yang kembali normal ini tidak serta merta membuat pengisian BBM di SPBU juga normal. Kondisi terkini masih sama dengan hari-hari sebelumnya. Terjadi antrean panjang masyarakat di sejumlah SPBU.
“Untuk di Banyuwangi, pengisian BBM sudah normal kembali. Tetapi untuk Kabupaten Jember kami perkirakan Recover 1 sampai  2 hari kedepan untuk kembali normal,” ucapnya.
Sementara itu, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak Bumi dan Gas (Hiswana Migas), Benny Satriya menjelaskan, kebutuhan BBM di Jember mengalami peningkatan beberapa hari ini karena adanya pembatasan BBM bersubsidi per tanggal 18 Agustus yang lalu.
“Biasanya masyarakat yang mempunyai motor membeli 2 liter Premium. Ketika ada informasi pembatasan BBM, mereka panik dan membeli Premium secara full tank. Ini yang mengakibatkan konsumsi BBM di Jember melampaui konsumsi normal,” terangnya.